GEMAERA.ID, Walmas – Sejarah bangsa adalah sejarah penindasan, sejarah pemuda adalah sejarah perlawanan.
11-12 November 2013 Tragedi Walmas Berdarah bukan sekadar peristiwa kekerasan yang menoreh luka di tanah Luwu, tetapi menjadi alaram keras untuk mempercepat pemekaran luwu tengah, dari suara yang bergolora atas hak cinta akan daerah tidak pernah mendapat kejelasan signifikan, paling ironisnya pula di negeri ini pembungkaman, diskriminasi, dan impunitas di halalkan untuk menyelamatkan kepentingan yang tidak bermartabat. Di balik darah keringat dan air mata masyarakat Walmas, menyisipkan pesan moral yang harus menjadi bahan renungan bersama bahwa keadilan bukan pemberian, melainkan perlawanan hak yang harus diperjuangkan.
Peristiwa ini menandai satu babak kelam dalam perjalanan masyarakat Luwu yang selama ini hidup dalam semangat persaudaraan dan nilai-nilai kemanusiaan. Ketika aparat dan rakyat berhadap-hadapan, mempertontonkan tindakan diskrimantif dan arogantif terhadap rakyat. sejatinya pula kita sedang menyaksikan runtuhnya kepercayaan terhadap sistem yang seharusnya melindungi namun menjadi bagian dari oligarki. Apa arti pembangunan, investasi, dan kemajuan jika di atasnya berdiri tangisan rakyat dan darah pemuda yang menuntut hak atas ruang hidup yang aman.
Refleksi atas tragedi Walmas tidak cukup berhenti pada empati. Ia menuntut aksi nyata soal daerah Luwu tengah. keadilan harus ditegakkan, Pemerintah tidak boleh bersembunyi di balik narasi keamanan dan hidup diatas penderitaan rakyat, seharusnya pemerintah menjadi bagian rakyat dari suara yang di bungkam dan di abaikan.
Luwu Tengah adalah tanah yang subur oleh perjuangan, bukan sekadar wilayah administratif yang bisa diperdebatkan secara politis. Bagi rakyat Walmas, Luwu Tengah bukan hanya penamaan, melainkan identitas yang melekat terhadap harga diri. Maka wajar bila seruan “Luwu Tengah harga mati!” bukan sekadar slogan, tetapi simbol perlawanan terhadap pengabaian dan ketidakadilan yang menahun.
Kini, refleksi itu menuntut keberanian kita semua untuk berpihak. Apakah kita akan diam di tengah penderitaan rakyat, atau berdiri di sisi mereka yang selama ini disingkirkan? Walmas berdarah, sebagai simbol identitas untuk terus menyuarakan Luwu tengah sampai keinginan rakyat terpenuhi , semoga darah itu tidak tumpah sia-sia, tetapi menjadi benih bagi lahirnya kesadaran baru, bahwa perjuangan rakyat tidak pernah mati dan akan terus hidup , dan Luwu Tengah tetap harga mati.
Penulis: Arfan
PP IMWAL/Bidang Humas Dan Advokasi




