GEMAERA.ID, Makassar – PB IPMIL RAYA melakukan aksi demonstrasi di depan kantor gubernur Sulawesi Selatan pada Selasa (9/12), menyikapi permasalahan terkait sengketa lahan yang di hibahkan sebanyak 75 hektar oleh Pemprov Sulsel kepada Tentara Nasional Indonesia (TNI) untuk pembangunan YON TP 872 Andi Djemma di Desa Rampoang Kecamatan Tanalili, Kabupaten Luwu Utara.

Menurut pemerintah provinsi lahan tersebut bersertifikat hak pakai milik Pemprov yang telah dihibahkan oleh Opu Onang (pemuka adat setempat) pada tahun 1977 untuk pembangunan induk kelapa hibrida. Namun menurut kesaksian warga di desa tersebut, lahan seluas 500 hektar itu belum pernah di garap oleh pemerintah hingga saat ini.

Menurut warga setempat, lahan tersebut adalah tanah ulayat “kau-kau” yang telah mereka olah dan diwariskan secara turun temurun oleh masyarakat adat setempat. Sehingga masyarakat setempat menganggap bahwa dokumen ganti rugi hibah pada tahun 1977 yang dimiliki oleh pemerintah provinsi adalah rekayasa administrasi sehingga dokumen tersebut dapat di anggap tidak sah.

Menurut jendral Lapangan sekaligus ketua bidang hukum dan HAM (indra), dalam pasal 18B ayat(2) dan pasal 28I ayat (3) UUD 1945 secara tegas mengakui dan menghormati kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak hak tradisionalnya, bgitupun dalam UU pokok agraria (UUPA) nomor 5 tahun 1960 pasal 3 mengakui adanya hak Ulayat dan hak hak serupa dari masyarakat hukum adat selama kenyataannya masih ada.

Oleh karena itu, menurut indra klaim pemprov sulsel atas lahan 500 Ha harus dibuktikan dengan 1. adanya akta pelepasan hak yang sah, ditandatangani oleh para pemegang hak adat yang berwenang bukan hanya individu, 2. Adanya pembayaran ganti rugi yang sah dan diterima oleh seluruh pihak yang berhak, 3. Bukti bahwa tanah tersebut telah benar-benar dikuasai dan dikelola oleh Pemprov sejak tahun 1977 sesuai tujuan awal (proyek induk kelapa hibrida). Jika ketiga aspek tersebut tidak terpenuhi maka klaim kepemilikan pemerintah menjadi cacat hukum dan begitupun hibah setelahnyakepada TNI). asas nemo dat quod non habet “tidak seorang pun dapat memberikan hak atas sesuatu yang bukan miliknya.

Ketua PB IPMIL RAYA juga menyoroti dugaan rekayasa dan manipulasi administrasi yang diduga terjadi. menurutnya apabila benar terdapat rekayasa tanda tangan atau pemalsuan data penerima ganti rugi tahun 1977, maka tindakan tersebut dapat dikualifikasi sebagai 1. Pemalsuan dokumen (pasal 263 KUHP), 2. Penipuan administratif (pasal 378 KUHP), 3. Perbuatan melawan hukum administratif sebagaimana diatur dalam UU administrasi pemerintahan (UU No. 30 Tahun 2014).

PB IPMIL Raya juga menyoroti tindakan represif aparat TNI terhadap masyarakat setempat, menurut UU No. 34 tahun 2004 tentang TNI, TNI harus tunduk pada hukum nasional dan menjunjung tinggi HAM serta tidak dapat terlibat dalam tindakan yang berpotensi menimbulkan pelanggaran hak sipil masyarakat. Oleh karena itu seharusnya pembangunan Yon TP 872 harus ditunda atau dialihkan sampai terdapat putusan hukum yang berkekuatatetap (inkracht( mengenai status lahan tersebut.

Pada saat demonstrasi PB IPMIL Raya, pihak Pemprov mengatakan bahwa semua tuntutan teman teman akan di bahas pada RDP (Rapat dengar pendapat) oleh Pemprov, Pemkab dan warga sekitar yang nantinya akan diselenggarakan pada 11 desember 2025.

Secara tegas PB IPMIL Raya menuntut Pemerintah Provinsi untuk segera menyelesaikan konflik agraria yang terjadi di Kec. tanalili Kab. Luwu Utara agar masyarakat setempat tidak semakin dirugikan.(*)