GEMAERA.ID, Luwu – Aktivitas perusahaan tambang PT Bumi Mineral Sulawesi (BMS) di Kecamatan Bua, Kabupaten Luwu, kini memasuki fase baru. Setelah melalui tahap pembangunan dan persiapan teknis, perusahaan yang bergerak di bidang pengolahan nikel tersebut sudah melakukan  produksi nikel di pabrik I.

Kini PT BMS kembali akan mengoperasikan pabrik II yang lebih besar dari pabrik I yang ditandai dengan adanya perekrutan tenaga kerja secara besar-besaran.

Namun, di balik geliat industri tersebut, muncul kekhawatiran akan potensi dampak lingkungan yang ditimbulkan. Aktivitas produksi berskala besar dinilai berpotensi menghasilkan limbah padat, cair, maupun gas yang bisa mencemari lingkungan jika tak dikelola dengan baik.

Ketua Yayasan Lestari Alam Luwu, Ismail Ishak, ikut menyoroti hal ini. Ia menilai meningkatnya aktivitas industri, jumlah tenaga kerja, dan kegiatan bongkar muat di area jetty (pelabuhan perusahaan) harus diimbangi dengan pengawasan lingkungan yang ketat.

“Semakin besar aktivitas industri, maka semakin besar pula potensi limbah dan polusi yang dihasilkan. Limbah cair, debu, hingga aktivitas bongkar muat di jetty bisa berpengaruh langsung terhadap kualitas lingkungan, terutama perairan di sekitar Bua,” ujar Ismail, Senin 27/10/2025).

Ismail mengingatkan agar Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Luwu aktif melakukan pemantauan rutin terhadap seluruh proses operasional PT BMS, mulai dari pengelolaan limbah, emisi udara, hingga penanganan dampak terhadap ekosistem pesisir.

“Kami berharap DLH tidak hanya menunggu laporan perusahaan, tapi juga turun langsung melakukan verifikasi di lapangan. Ini penting agar aktivitas produksi tidak meninggalkan jejak kerusakan lingkungan yang sulit diperbaiki,” tegasnya.

Lebih lanjut, Ismail juga meminta pihak PT BMS untuk menunjukkan komitmen nyata terhadap kelestarian lingkungan dengan memastikan setiap tahapan kegiatan memiliki sistem pengendalian lingkungan yang efektif dan transparan.

“Produksi boleh jalan, tapi lingkungan juga harus tetap lestari. Jangan sampai ekonomi tumbuh, tapi alam rusak,” tutupnya. (*)