GEMAERA.ID, OPINI – Dalam era digital yang semakin maju, kesenjangan status sosial masih menjadi isu krusial dalam dunia pendidikan. Meskipun teknologi membuka peluang besar untuk akses pendidikan yang lebih merata, kenyataannya tidak semua peserta didik berada dalam posisi yang setara untuk memanfaatkannya. Status sosial, baik dari segi ekonomi, pendidikan orang tua, maupun lingkungan tempat tinggal, terbukti memengaruhi prestasi belajar peserta didik secara signifikan.
Peserta didik dari keluarga dengan status sosial tinggi umumnya memiliki akses lebih baik terhadap sumber daya pendidikan seperti internet, gadget, dan fasilitas belajar. Sebaliknya, anak dari keluarga kurang mampu kerap kesulitan memenuhi kebutuhan dasar pendidikan seperti kuota internet atau tempat belajar yang layak. Dalam hal ini, status sosial menjadi penentu utama seberapa besar peserta didik bisa memanfaatkan peluang belajar berbasis digital.
Menurut buku Sosiologi Pendidikan karya Prof. Dr. Soejanto dan Wasty Soemanto (2006), status sosial seseorang sangat berpengaruh terhadap gaya hidup, pola pikir, dan peluang mendapatkan pendidikan berkualitas. Dalam konteks pendidikan digital, mereka yang berada di strata sosial atas cenderung lebih adaptif dan cepat mengakses pembelajaran daring karena lingkungan dan kemampuan ekonomi yang mendukung.
Di sisi lain, ketimpangan digital menjadi konsekuensi nyata dari ketimpangan status sosial. Anak-anak dari daerah terpencil atau keluarga miskin sering kali tertinggal karena kurangnya infrastruktur. Padahal, era digital menuntut siswa untuk melek teknologi, mampu mengakses informasi, dan belajar secara mandiri melalui berbagai platform pembelajaran online.
Status sosial juga berkaitan erat dengan dukungan emosional dan akademik dari keluarga. Orang tua dengan latar belakang pendidikan tinggi biasanya lebih mampu memberikan bimbingan belajar dan motivasi kepada anak-anaknya. Sebaliknya, orang tua yang kurang berpendidikan mungkin tidak mampu memberikan pendampingan yang dibutuhkan anak dalam menghadapi pembelajaran daring.
Penelitian oleh Pusat Penelitian Kebijakan Kemendikbudristek (2021) menunjukkan bahwa anak dari keluarga dengan status sosial menengah ke atas memiliki kecenderungan memperoleh nilai akademik lebih tinggi selama pembelajaran daring dibandingkan anak dari keluarga menengah ke bawah. Ini menguatkan bahwa ketimpangan status sosial berdampak langsung pada prestasi.
Meski begitu, era digital juga membuka peluang bagi peserta didik dari status sosial rendah untuk mengejar ketertinggalan. Berbagai program beasiswa digital, kelas gratis, dan pelatihan daring dari pemerintah maupun swasta menjadi jembatan untuk mengurangi ketimpangan ini. Namun, efektivitasnya sangat bergantung pada keberadaan fasilitas pendukung seperti perangkat dan jaringan internet.
Guru dan sekolah memiliki peran penting dalam menjembatani kesenjangan sosial di kelas digital. Penerapan model pembelajaran diferensiasi serta penggunaan platform yang inklusif bisa menjadi solusi agar peserta didik dengan latar belakang berbeda tetap memiliki kesempatan meraih prestasi yang sama.
Pendidikan karakter dan motivasi internal siswa juga tak kalah penting. Banyak contoh siswa dari latar belakang ekonomi rendah yang mampu berprestasi karena semangat belajar tinggi dan kegigihan dalam mengatasi keterbatasan. Artinya, status sosial bukan satu-satunya penentu keberhasilan, namun tetap menjadi faktor yang tidak bisa diabaikan.
Penting juga adanya kebijakan afirmatif dari pemerintah, misalnya subsidi kuota, bantuan laptop untuk siswa tidak mampu, serta pengembangan infrastruktur pendidikan di daerah 3T (Tertinggal, Terdepan, dan Terluar). Tanpa intervensi negara, ketimpangan digital bisa menjadi jurang baru dalam dunia pendidikan.
Pendidikan di era digital menuntut kolaborasi antara keluarga, sekolah, dan pemerintah. Masing-masing memiliki tanggung jawab dalam menciptakan ekosistem pendidikan yang adil dan inklusif. Keberhasilan siswa tidak semata ditentukan oleh asal-usul, tetapi oleh ekosistem yang mendukung.
Dalam jangka panjang, peningkatan status sosial melalui pendidikan adalah solusi utama. Ketika pendidikan bisa diakses secara setara dan berkualitas, maka mobilitas sosial akan meningkat dan ketimpangan perlahan teratasi. Namun, ini memerlukan kerja keras, keseriusan kebijakan, dan kepedulian sosial.
Sebagai penutup, hubungan antara status sosial dan prestasi peserta didik di era digital bersifat kompleks dan multidimensional. Menghapus dampak negatifnya bukanlah hal mudah, tapi bisa diatasi dengan intervensi yang tepat, kolaboratif, dan berkelanjutan.
Penulis: Arzad, S.Pd. (Sekjend. Gerakan Anak Muda Palopo)